LOMBOK TENGAH

Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) menerima piagam penghargaan Predikat Kepatuhan Tingi 2019 dari Ombudsman RI. Dalam penghargaan tersebut, Pemda Loteng bertenjer di posisi ketujuh dengan perolehan nilai 96, 52. Piagam penghargaan tingkat kepatuhan terhadap standar pelayanan publik tahun 2019 tersebut diterima langsung Sekretaris . Daerah (Sekda) Loteng. HM Nursiah di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Rabu (27/11) kemarin.

Dalam haLini, Ombudsman RI menganugerahkan predikaf kepatuhan tinggi kepada Kamenterian Luar Negeri, Kementerian Agama, Pemprov Jambi, Pemprov Sulawesi Tenggaira serta 12 Pemkot dan 71 Pemkab. Dimana untuk survei atau penilaian tingkat kepatuhan terhadap standar pelayanan publik tahun ini dilaksanakan terhadap 4 Kementerian, 3 Lembaga, 6 Pemerintah Provinsi pemprov), 36 Pemerintah Kota (Pemkot) dam 215 Pemerintah Kabupaten (Pemkab). Sedangkan total produk layanan yang disurvei sebanyak 17.717 dan jumlah unit layanan yang disurvei sebanyak 2.366. .

Ketua Ombudsman RI, Prof. Amzulian Rifai mengatakan, tahun 2019 ini sudah tidak ada lagi kementerian yang berada di zona merah atau tingkat kepatuhan rendah, begitu juga dengan lembaga. Ditingkat kementerian yang masih berada di zona kuning atau tingkat kepatuhan sedang adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang serta Kementerian Sosial. Sedangkan di tingkat lembaga, yang masih berada di zona kuning adalah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi. .

Kemudian, penilaian terhadap pemenuhan komponen standar pelayanan di 6 Pemprov menunjukkan, sebanyak 2 Pemprov masuk dalam zona hijau dengan predikat kepatuhan tinggi yakni Pemprov Jambi dan Pemprov Sulawesi Tenggara. Sedangkan sebanyak 3 Pemprov masuk dalam zona kuning dengan predikat kepatuhan sedang dan 1 Pemprov masuk dalam zona merah atau memiliki predikat kepatuhan rendah. “Sedangkan ditingkat Pemkot, penilaian terhadap pemenuhan kompone…dalam zona hijau dengan predikat kepatuhan tinggi,” jelasnya. .

Sementara itu, penilaian terhadap pemenuhan komponen standar pelayanan di 215 Pemkab menunjukkan, sebanyak 26,51 % atau 57 Pemkab masuk dalam zona merah dengan predikat kepatuhan rendah. Sebanyak 40,47% atau 87 Pemkab masuk dalam zona kuning dengan predikat kepatuhan sedang dan 33,02% atau 71 Pemkab masuk dalam Zona Hijau dengan predikat kepatuhan tinggi. “Ombudsman RI melakukan penilaian dan pemeriksaan tingkat kepatuhan terhadap standar pelayanan publik di Kementerian, Lembaga, dan Pemda. Hal ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang menuntut Pemerintah Pusat dan Pemda untuk mematuhi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, ” terangnya. .

Menurutnya, survei kepatuhan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya tindakan maladministrasi pada unit layanan publik pemerintah dengan upaya pemenuhan komponen standar pelayanan sebagaimana diaturdalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Selain itu juga, untuk mengetahui efektivitas dan uji kualitas penyelenggara pelayanan publik. Dimana survei kepatuhan bertujuan untuk mendorong pemenuhan terhadap standar pelayanan publik dalam rangka mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik. “Mekanisme pengambilan data survei kepatuhan dilakukan dengan mengamati tampakan fisik, observasi secara mendadak dan bukti foto. Periode pengambilan data dilakukan secara serentak pada bulan Juli dan Agustus 2019,” ujarnya. .

Anggota Ombudsman RI, Prof. Adrianus Meliala juga mangatakan, sejalan dengan penilaian yang dilakukan Ombudsman RI, terdapat beberapa temuan penting yang perlu segera untuk dibenahi dalam mewujudkan efektivitas dan efisiensi pelayanan public. Misalnya, seperti tingginya ketidakpatuhan terhadap pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu. “Data yang berhasil dihimpun melalui penilaian kepatuhan menunjukkan terdapat 132 kabupaten dari 2 15 kabupaten yang dinilai atau sebesar 61.40% belum menerapkan keterpaduan pelayanan publik secara utuh. Pada tingkat Pémkot, dari 36 Kota yang diteliti, sebanyak 17 diantaranya atau sebesar 47.22% masih belum menerapkan keterpaduan pelayanan publiknya secara optimal,” paparnya. Selain itu juga, lanjut Adrianus, penilaian kepatuhan standar pelayanan yang dilakukan Ombudsman RI juga memantau pelaksanaan perizinan investasi yang terhubung dalam program Online Single Submission (OSS). “Percepatan dan efektifitas yang diharapkan melalui program ini mengalami beberapa kendala. Seperti produk pelayanan yang tidak seragam, lambannya penyesuaian Standar Operasional Prosedur (SOP) dan sistem teknologi informasi yang belum terintegrasi,” terangnya. .

la juga menambahkan, untuk memantau konsistensi peningkatan kepatuhan dalam pemenuhan standar pelayanan public, setiap unit pelayanan wajib menyusun, menetapkan dan menerapkan standar pelayanan publik sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009. “Terdapat lebih dari 10 komponen standar pelayanan yang harus dipenuhi penyelenggaran pelayanan publik demi terciptanya kualitas pelayanan publik untuk kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya seraya seraya mengungkapkan untuk tahun 2020 dan seterusnya, survei kepatuhan akan mengalami perubahan total, baik dari sisi metode yang digunakan maupun komponen penilaiannya.